John Lennon : Musik, Politik, dan Perdamaian
John Lennon (John
Winston Lennon). Pria kelahiran Liverpool, 9 Oktober 1940
ini merupakan anak dari pasangan Alfred Lennon dan Julia Stanley yang
menjelma menjadi musisi, aktivis politik dan penulis yang populer,
khususnya dalam perdamaian. Pada malam kelahiran Lennon, Jerman tengah menginvasi Inggris dalam Perang Dunia
ke-2.
Lennon
muda merupakan salah satu murid di Liverpool College Of Art.
Ia dikenal sebagai pribadi yang humoris, pemalas, dan sinis. Nilai-nilai Lennon
yang sangat buruk disertai tingkah laku yang
tidak baik membuat pihak kampus terpaksa mengeluarkannya sebelum ia lulus.
Ketika ia tinggal bersama
Mimi, Julia sering mengunjungi Lennon, begitupun sebaliknya. Saat Lennon
mengunjungi Julia, darah seni mulai mengalir dalam dirinya ketika diperkenalkan dengan
Banjo dan Piano oleh Julia. Hari demi hari ia habiskan untuk berlatih Banjo dan Piano
saat ia mengunjungi rumah Julia. Mimi sendiri dikenal sangat skeptis terhadap kegemaran
Lennon bermain gitar. Kata Mimi, “Gitar memang baik, John,
tapi kamu tidak bisa hidup dari itu.” Setelah Lennon sukses berkarir di
bidang musik, dia menghadiahi Mimi sebuah plakat emas bertuliskan kata-kata tersebut.
Pada waktu Lennon berusia 17 tahun. Dengan mata kepalanya sendiri Lennon
menyaksikan Julia meninggal dunia tertabrak mobil di dekat rumah Mimi. Hal ini disebabkan karena kecerobohan seorang polisi
yang mengendarai mobil dalam keadaan mabuk, namun si polisi kemudian lepas dari segala tuntutan hukum.
Dan itulah awal mula kemunculan dendam Lennon pada penguasa.
John Lennon
merupakan frontman dari band The Beatles (1962-1970) yang beranggotakan Paul
McCartney, George Harrison dan Ringo Starr. Ia terkenal dengan ucapannya yang begitu kontroversial dan berani.
Ketika memutuskan untuk bersolo karir, jiwa berontak yang
dimilikinya semakin tertuang dalam karya-karyanya yang inspiratif, seperti Give
Peace a Chance dan Imagine. John Lennon pun
terus mengkampanyekan perdamaian dan cukup banyak memberi pesan positif bagi dunia.
Menurut beberapa media,
awal keberanian John Lennon bersuara di bidang politik tumbuh pada sekitar tahun 1968, saat lagu Revolution diliris,
lagu yang menurut John, menyatakan posisi The Beatles mengenai revolusi,
juga tentang Perang Vietnam. Saat diwawancara majalah Playboy di tahun 1980
dia menceritakan bahwa Brian Epstein (manajer The Beatles), bertahun-tahun melarang
The Beatles untuk berbicara tentang Perang Vietnam. Namun, John Lennon
tetap nekat. Ia menulis lirik tentang politik yang dituang dalam lagu Revolution.
Tahun 1969 adalah momen penting dalam perjalanan hidup
John Lennon, berdasarkan buku “Usaha
Mencari Pembebasan” yang
berisi percakapan antara John Lennon dengan Srila Prabhupada (pendiri International
Society for Krishna Consciousness), selama tahun 1969, John Lennon
mencari pembebasan, baik sosial maupun pribadi secara mendalam.Pada tahun yang sama, John Lennon memasuki
masa pancaroba, dia telah menikahi Yoko Ono pada bulan Maret, dan The Beatles
hampir bubar. Dalam percakapannya dengan Srila Prabhupada, John Lennon
banyak mendapat penjelasan mengenai perdamaian, karma dan reinkarnasi.
Percakapan itu cukup mempengaruhi beberapa karya berikutnya. Satu bagian percakapan
yang
sangat mempengaruhinya adalah ketika Srila Prabhupada memberi sedikit penjelasan tentang
raga. Srila berkata,
“Kenyataan bahwa makhluk hidup itu kekal adalah filsafat awal Bhagavad-gita
(kitab klasik kerohanian). Sesudah badan atau raga musnah, makhluk hidup tetap ada.
Roh itu kekal, dan badan adalah sementara.
Dalam kehidupan ini kita sedang menciptakan badan yang akan datang. Misalnya,
seorang anak belajar dengan baik di sekolah, itu berarti dia menciptakan badannya untuk
masa dewasa, saat menjadi pemuda di akan menikmati pendidikannya waktu anak-anak,
kemudian dengan pendidikannya dia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik dan rumah yang
bagus. Dalam pengertian ini, begitu juga kita semua menciptakan badan kita yang
akan datang sesuai dengan karma kita.”
Setelah pernikahannya dengan
Yoko Ono, sama halnya seperti pasangan lain, mereka pun
memutuskan untuk berbulan madu. Namun, hal yang spesial sekaligus orisinil adalah,
dengan memanfaatkan popularitasnya John Lennon merubah bulan madunya menjadi kampanye perdamaian.
John dan Yoko membuat gerakan yang dinamakan “Bed-In for Peace”, yang dimulai di
sebuah Hilton Hotel di Amsterdam, Belanda.
Mereka tidak beranjak dari tempat tidur selama 7 hari, dari tanggal 25 sampai 31 Maret
1969 untuk mengkampanyekan perdamaian. Gerakan ini sebagai protes terhadap tindakan kekerasan
yang terus terjadi di dunia, terutama Perang Vietnam. John dan Yoko berpesan,
“Daripada ikut perang lebih baik diam di tempat tidur dan panjangkan rambutmu, demi
perdamaian.” Pesan ini menyindir Amerika Serikat yang sempat mengerahkan para
pemuda Amerika untuk turut serta dalam perang.
Ketika dikritik oleh seorang wartawan dari The Daily Mirror,
“Kalau kau bergerak itu berarti, kalau kau diam seperti ini itu tidak berarti.
Kamu tak bisa mendapatkan kedamaian dengan bersantai di tempat tidur”, dengan taktis
John menjawab, “Tidak ada yang
pernah benar-benar memberikan kesempatan untuk perdamaian, (Mahatma) Gandhi
pernah mencobanya, (Martin Luther) King juga, tapi keduanya tewas tertembak. Kami
coba berbicara dengan kaum-kaum revolusionis yang beraggapan kedamaian bisa dicapai dengan meruntuhkan gedung.
Menurutku itu yang tidak ada gunanya, dan menurut kami “Bed-In”
ini cara terbaik untuk protes terhadap kekerasan dan mempopulerkan kedamaian.”
Pada tahun 1971, Lennon
menciptakan lagu yang berjudul Imagine dimana lirik-lirik dalam lagu ini menjadi
pro-kontra dalam masyarkat luas sampai saat ini. Ada yang
menyebutkan bahwa lagu ini merupakan semangat perdamaian yang indah. Namun,
ada juga yang beranggapan bahwa lagu ini merupakan lagu yang jelas-jelas menunjukkan
Lennon sebagai anti-agama. Hal ini diperkuat dengan pengakuan Lennon yang
mengatakan bahwa ia tidak menganut agama apapun,
akan tetapi ia hanya mencoba menyampaikan hal-hal positif dari masing-masing agama yang
telah ia pelajari.
Menurut Tariq Ali,
seorang jurnalis yang menulis buku “Power to
the People: The Lost John Lennon Interview.”, jelas terlihat bahwa negara besar seperti AS
takut dan terancam serius oleh seorang penulis, artis, musisi sekaligus aktivis, yaitu
John Lennon. Usaha mendeportasi John dan Yoko
dilakukan karena berdasarkan informasi FBI (Biro Intelijen Amerika), John
dan teman-temannya akan mengadakan konser anti konvensi, konser di negara-negara bagian target suara presiden Nixon untuk pemilu yang akan segera diadakan, dengan tujuan
agar masyarakat AS tidak memilih presiden yang mendukung peperangan.
Usaha deportasi John Lennon menyiratkan ketakutan dan kecemasan presiden Nixon, karena diyakini, John Lennon sanggup mempengaruhi suara para pemuda usia 18-21 tahun yang akhirnya mendapat hak memilih setelah amandemen ke 26 UU Konstitusi Amerika Serikat, amandemen ini melahirkan sekitar 11 juta pemilih baru. John Lennon tetap melawan dengan menyewa pengacara dan terus naik banding, karena John Lennon merasa dia dideportasi karena cinta damai, dia membandingkan dirinya dengan artis-artis lain yang bermasalah dengan ganja namun tidak ikut menyuarakan perdamaian dapat bebas dan tenang hidup di Amerika. John Lennon pun tidak aktif bersama teman-teman aktivisnya selama pemilu karena merasa keberadaannya terancam jika dia terus-menerus tampil di ruang publik.
Usaha deportasi John Lennon menyiratkan ketakutan dan kecemasan presiden Nixon, karena diyakini, John Lennon sanggup mempengaruhi suara para pemuda usia 18-21 tahun yang akhirnya mendapat hak memilih setelah amandemen ke 26 UU Konstitusi Amerika Serikat, amandemen ini melahirkan sekitar 11 juta pemilih baru. John Lennon tetap melawan dengan menyewa pengacara dan terus naik banding, karena John Lennon merasa dia dideportasi karena cinta damai, dia membandingkan dirinya dengan artis-artis lain yang bermasalah dengan ganja namun tidak ikut menyuarakan perdamaian dapat bebas dan tenang hidup di Amerika. John Lennon pun tidak aktif bersama teman-teman aktivisnya selama pemilu karena merasa keberadaannya terancam jika dia terus-menerus tampil di ruang publik.
Akhirnya presiden Nixon terpilih kembali, pengawasan terhadap John
Lennon pun dihentikan, namun usaha mendeportasi John Lennon tetap dilakukan.
Pengacara John Lennon, Leon Wildes, berhasil menuntut adanya kejanggalan dalam kasus
John, karena ada dokumen mengenai John Lennon yang ditujukan ke presiden AS, itu adalah hal yang janggal dalam kasus imigrasi yang
mengindikasikan adanya konspirasi politik untuk mengusir John Lennon. Akhirnya,
setelah perjuangan bertahun-tahun, John dan Yoko
memenangi kasusnya dan berhak tinggal di AS di tahun 1975 pada tanggal 9 Oktober, tepat
di hari ulang tahunnya yang ke 35 sekaligus menjadi hari kelahiran putranya, yang diberi nama
Sean Ono Lennon.
John Lennon cukup lama
menhilang dari pandangan umum sejak 1975 sampai 1980. Sampai tewas ditembak di
akhir tahun 1980, John Lennon tidak mengikuti suatu jalan kerohanian tertentu,
tetapi dia memberikan semangat kepada jutaan orang agar
mengembangkan keinginan bertanya pada diri sendiri akan kesadaran rohani dan usaha mencari kedamaian
di dunia. Namun, keinginannya untuk menjadi manusia yang lebih baik,
keprihatinan akan penderitaan manusia, dan impian akan perdamaian dunia masih hidup.