Kemasyuran Gajah Mada & Majapahit 1350 - 1364
Nama gajah mada adalah sosok yang tidak dapat lepas dari perjalanan panjang sebuah kerajaan agung bernama majapahit. Dialah sosok patih yang begitu didambakan rakyat dan disegani oleh musuh majapahit pada masa itu. Sosok lelaki perkasa yang senantiasa mengemban amanat dan kesetiaan pada sang mahadiraja majapahit. Ia pula yang senantiasa menjaga keutuhan majapahit hingga nantinya melebarkan pengaruhnya di dalam wilayah kekuasaannya.
Gajah Mada adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman pemerintahan kerajaan Majapahit. Ia memulai kariernya pada tahun 1313 dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Ia menjadi patih menggantikan pendahulunya yaitu Aryo Tadah (Mpu Krewes) yang mengundurkan diri dari jabatan patihnya. Kemudia ia menunjuk Gajah Mada untuk menggantikannya, namun gajah mada merasa perlu memberikan suatu kontribusi yang terlihat manfaatnya bagi kerajaan Majapahit itu sendiri. Hingga pada akhirnya ia berhasil meredam pemberontakan yang dilakukan oleh daerah Keta dan Sadeng yang sekaligus juga menunjukkan bahwa Gajah mada telah memberikan manfaat bagi kerajaan Majapahit. Ia menjabat sebagai patih selama tahun 1350 sampai dengan tahun 1364.
Peran gajah mada bagi kerajaan majapahit sangatlah besar. Ia berulang kali memberantas pemberontakan yang terjadi di kerajaan itu. Pemberontakan itu sendiri bermaksud untuk meruntuhkan tahta pemerintahan pada masa Sri jayanegara. Namun berkat kecakapan yang dimilikinya ia dapat mengendus gelagat yang akan berkembang menjadi suatu pemberontakan.
Adalah Ra kuti sosok yang paling fenomenal menimbulkan isu pemberontakan yang bertujuan untuk menggulingkan majapahit pada masa itu. Pada awalnya memang banyak pihak yang meragukan gajah mada yang mengatakan akan ada pihak yang nantinya akan mengancam keutuhan majapahit, namun ia tetap memegang teguh pandangannya sambil terus bersiaga memberantas setiap pemberontakan yang akan terjadi. Hingga pada akhirnya pemberontakan itu muncul dan menimbulkan kekacauan yang besar pada kerajaan majapahit. Namun di balik semua kekacauan itu muncul sosok gajah mada dengan siasatnya dan kelihaiannya dalam memecahkan masalah tersebut. Hingga pada akhirnya pemberontakan itu berakhir dan dapat dilenyapkan dari bumi majapahit.
Sebagai seorang pimpinan pasukan khusus bhayangkara, Gajah Mada berhasil menyelamatkan Prabu Jayanegara dari ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh Ra Kuti, bahkan yang lebih sensasional mampu melakukan pukulan balik yang mematikan hingga mengakhiri perjalanan hidup pemberontak tersebut. Peristiwa lain ketika singgasana kerajaan Majapahit tidak ada yang menduduki karena Jayanegara terbunuh di tangan Ra Tanca, Gajah Mada pun kembali tampil dengan gagahnya. Dengan mengusulkan Sri Gitarja dan Dyah Wiyat Rajadewi menjadi ratu kembar, Gajah Mada berhasil menghindarkan Majapahit drai pertumpahan darah akibat adanya perebutan kekuasaan di antara para kerabat istana. Dan juga masih banyak mengenai kisah kepahlawanan dari Gajah Mada dalam menegakkan panji-panji kerajaan Majapahit agar tetap utuh dan terus berjaya.
Pada tahun 1350, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, setelah pengangkatan itu ia mengucapkan sumpah yang terkenal dengan “Sumpah Palapa”.
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi “Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya adalah Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)”.
Dari bunyi sumpah Palapa tersebut dapat ditemukan beberapa fakta yang penting bahwa yang pertama, gajah mada mempunyai keinginan yang begitu besar untuk nantinya dapat mengabdi pada kerajaannya karena mengingat sumpah yang dilontarkannya tersebut bukanlah bersifat min-main melainkan sudah melibatkan harga dirinya sebagai seorang lelaki dan patih di kerajaannya.
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi “Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya adalah Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)”.
Dari bunyi sumpah Palapa tersebut dapat ditemukan beberapa fakta yang penting bahwa yang pertama, gajah mada mempunyai keinginan yang begitu besar untuk nantinya dapat mengabdi pada kerajaannya karena mengingat sumpah yang dilontarkannya tersebut bukanlah bersifat min-main melainkan sudah melibatkan harga dirinya sebagai seorang lelaki dan patih di kerajaannya.
Apabila ia sampai melanggar ataupun tidak dapat memenuhinya maka nantinya harga dirinya serasa terinjak-injak dan juga anggapan rakyat Majapahit beserta pejabat Majapahit pada sosoknya akan berubah drastis. Fakta yang kedua adalah bahwa dengan adanya sumpah tersebut mengindikasikan bahwa pada masa itu tidak seluruh wilayah Nusantara berada pada kekuasaan kerajaan Majapahit.
Sehingga melihat tersebut Gajah mada merasa tertantang dan tergerak untuk nantinya dapat menyatukan Nusantara dalam satu kedaulatan utuh. Yang ketiga adalah bahwa dilihat dari sisi bentuk Sumpah Palapa adalah prosa. Sedangkan isinya mengandung pernyataan suci kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diucapkan oleh Gajah Mada di hadapan ratu Majapahit Tribuwana Tunggadewi dengan disaksikan oleh para menteri dan pejabat-pejabat lainnya, yang substansinya Gajah Mada baru mau melepaskan (menghentikan) puasanya apabila telah menguasai seluruh nusantara.